Philosophy

Deangan membaca tulisan ini, Anda sudah bisa digolongkan sebagai filosof. Secara tradisional, filosofi didefinisikan sebagai kecintaan terhadap kebijaksanaan, kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang dasar-dasar tingkah laku manusia, tentang asal-usul realitas, tujuan dan prioritas dalam kehidupan. Filosofi paling tidak telah berumur 2500 tahun; dalam rentang waktu yang sedemikian panjang telahir lahir berbagai macam filosofi yang antara lain : filosofi abad pertengahan, filosofi kuno, filosofi modern. Ada juga pembagian filosofi berdasarkan dimensi kultural antara lain, filosofi Timur Tengah, dan filosofi Timur Jauh (Asia: Jepang, Korea, China), filosofi Islam, filosofi Mysticism, filosofi China, Yahudi dsb.
Filosofi melibatkan pertanyaan mengenai dasar-dasar kehidupan. Immanuel Kant, seorang filosofer Jerman pernah mengemukakan pertanyaannya: “Apa yang bisa saya tahu?”, “Apa yang harus saya lakukan?”, “Apa yang bisa saya harapkan?”
Dalam mempelajari filosofi, orang akan belajar bertanya dan mengevaluasi kepercayaannya, logika serta analisa, mulai dari kebijakan publik sampai kepada perang dan kemakmuran, dari keadilan kriminal sampai kepada perobatan dan bisnis. Anda sedang berfilosofi jika bisa menganalisa dan mengatakan mengapa musik Maher Zein itu indah didengar ataupun sebaliknya. Dan hal yang sedemikian akan terus berlangsung selama ada kehidupan, dan ilmu filosofi akan mengeksplorasi bidang-bidang penting dalam kehidupan, dan juga dalam berbagai disiplin ilmu.
Mengapa belajar filosofi?
Filosofi bisa dikatakan sebagai seni berpikir secara rasional. Dan pada kenyataannya, seni inilah yang melahirkan banyak bidang ilmu. Kemampuan untuk menganalisa secara kritis sangat diperlukan dalam setiap fase kehidupan manusia, misalnya jika Anda ingin melakukan sesuatu pekerjaan yang berkenaan dengan orang lain, maka paling tidak Anda akan berpikir, apakah perbuatan saya benar (jika menolongnya)? Apakah Islam sebagai dasar pedoman hidup saya menganjurkan saya untuk berbuat sedemikian? Jika ternyata realitasnya tidak sama dengan yang Anda harapkan, maka Anda akan bertanya lagi, apakah saya harus mengikuti perasaan ataukah pertimbangan rasional saya? Jalan mana yang harus saya pilih? Dst. Apa yang diperlukan seseorang untuk menjadi filosofer adalah kemampuan analisa dan alasan (reasoning).
Dalam Islam sendiri masih terdapat banyak perdebatan mengenai belajar filsafat. Golongan Salafi menolak filsafat dengan berdasar kepada ayat berikut :
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat1, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu- tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat2  daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)
Note : 1) Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
 2) Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Ibn Taimiyah menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan haram hukumnya. Di sisi lain, banyak ulama menganggap penting adanya filsafat ke-Tuhanan, karena dapat membantu dalam menjelaskan sisi-sisi Al-Qur’an itu dengan keterangan-keterangan yang dapat diterima oleh akal manusia, terutama bagi muallaf. Ulama-ulama “pendukung” filsafat berpendapat bahwa dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir mengenai dirinya dan alam, untuk menyakini bahwa Allah adalah Pencipta seluruh alam.
"Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah [198] tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?" (Ali Imran: 65)
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?" (Al Baqarah: 44)
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara kedua-duanya melainkan dengan kebenaran dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rab (Tuhan) mereka. " (Ar Rum:8)
"Dan antara tanda-tanda-Nya (Allah) ialah Dia (Allah) menciptakan untuk kamu isteri-isteri daripada jenis kamu sendiri, supaya kamu cenderung (tenteram) kepadanya, dan dijadikan-Nya (Allah) antara kamu perasaan kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum : 21)
"Dan antara tanda-tanda-Nya (Allah) ialah penciptaan langit dan bumi, dan berlain-lainan bahasa-bahasa kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya pada yang demikian (terdapat) tanda-tanda bagi orang yang berpengetahuan." (Ar Rum: 22)
Bagi penulis sendiri, tidak ada salahnya belajar ilmu lain (yang ada manfaatnya termasuk filsafat) untuk diambil hikmahnya dan yang tidak menyalahi syar’i serta tidak mengambilnya sebagai pedoman. Al-Qur’an dan Hadist tetap menjadi pedoman utama seorang pengikut Nabi Muhammad (SAW)

Saat seseorang belajar filsafat, maka secara tidak langsung ia juga belajar sejarah dan ilmu sosial yang manfaatnya tidak dapat dielakkan lagi. Belajar sejarah dan filsafat antara lain dapat membantu kita untuk membuat pertimbangan dan keputusan tentang hal-hal yang terjadi di sekitar kita yaitu dengan melalui pemahaman serta pengertian tentang tingkah laku orang-orang dan peradaban di masa lalu. Belajar sejarah juga dapat membantu kita memahami perubahan dalam komunitas, bangsa dan dunia dimana kita berpijak. Ia juga dapat membantu kita untuk membangun cara pikir yang baik dan kritis.

Dalam proses belajar sejarah, seseorang akan mengerti bagaimana seorang individu dengan semangat dan komitmen yang besar dapat mengubah dunia. Membaca sejarah pula yang dapat membuat seseorang belajar dari kesalahan masa lalu dan menjadi individu yang lebih bijak. George Santayana, seorang filosof besar mengatakan, "Barangsiapa yang tidak belajar dari sejarah, maka dia akan "dipaksa" untuk mengulanginya lagi."
Kembali kepada ajaran agama Islam, Nabi Muhammad (SAW) mengatakan, “Belajarlah bahasa umat lain, agar engkau selamat dari kejahatannya.“  Bagi penulis, “bahasa” disini mempunyai makna yang mendalam seperti yang dikatakan oleh linguistik, Noam Chomsky,  A language is not just words. It’s a culture, a tradition, a unification of a community, a whole history that creates what a community is. It’s all embodied in a language.”

Last but not least, penulis berterima kasih kepada pembaca blog ini, dan apapun perbedaan pendapat yang ada, penulis tetap menghormati kebebasan berpendapat sebagai sebuah realita kehidupan.